Produksi padi seringkali terancam oleh gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), salah satunya adalah wereng hijau (Nephotettix virescens). Hama ini menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan floem dan menjadi vektor penyebaran virus tungro, yang dapat menyebabkan kerugian hasil panen mencapai 70–100% (Marwoto & Supriyanto, 2010).
Pengendalian wereng hijau harus
dilakukan secara terpadu agar tidak menimbulkan resistensi, membunuh musuh
alami, atau mencemari lingkungan. Pendekatan pengendalian yang berkelanjutan
dan berbasis ekosistem menjadi keharusan dalam praktik budidaya padi modern.
Metode
Pengendalian Wereng Hijau
1.
Pengendalian Mekanis dan Budidaya
Beberapa
cara pengendalian wereng hijau secara mekanis dan budidaya meliputi:
a.
Sanitasi lahan: Pengolahan tanah dan
pembersihan gulma serta sisa tanaman untuk memutus siklus hidup wereng.
b.
Tanam serempak: Menanam padi dalam waktu
yang sama di suatu kawasan (hamparan) untuk menghambat penyebaran hama.
c.
Pergiliran tanaman: Tidak menanam padi
secara terus-menerus sepanjang tahun dapat mengurangi populasi wereng.
d.
Pemupukan berimbang: Penggunaan pupuk
nitrogen secara berlebihan dapat meningkatkan populasi wereng. Penggunaan pupuk
harus proporsional agar tidak merangsang pertumbuhan populasi hama (Saragih et
al., 2015).
e.
Varietas tahan: Menanam varietas padi
yang tahan terhadap wereng dan tungro, seperti Inpari 33 atau Inpari 36.
2.
Pengendalian Biologis
Penggunaan
musuh alami menjadi salah satu strategi ramah lingkungan. Musuh alami wereng
hijau di antaranya:
a.
Laba-laba predator (Lycosa sp.)
b.
Kepik predator (Cyrtorhinus
lividipennis)
c.
Parasitoid telur (Anagrus sp.)
d.
Menjaga keseimbangan ekosistem sawah
dengan tidak menggunakan pestisida secara sembarangan membantu menjaga populasi
musuh alami (Setyobudi & Tengkano, 2004).
3.
Pengendalian Kimiawi
Penggunaan
insektisida dilakukan hanya jika populasi wereng melebihi ambang ekonomi, yaitu
sekitar 5-10 ekor per rumpun pada fase vegetatif (Sastrosiswojo, 1999).
Beberapa insektisida yang biasa digunakan:
a.
Bahan aktif imidakloprid, tiametoksam,
atau buprofezin.
b.
Insektisida sistemik yang bekerja dari
dalam jaringan tanaman.
Namun,
penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana untuk mencegah resistensi
dan ledakan hama sekunder. Rotasi bahan aktif dan mengikuti dosis anjuran
menjadi kunci dalam penggunaan yang efektif.
4.
Pengendalian Terpadu (PHT)
Pengendalian
hama terpadu (PHT) menggabungkan berbagai teknik pengendalian dalam satu sistem
manajemen. Prinsip dasar PHT meliputi:
a.
Pemantauan populasi hama secara rutin.
b.
Identifikasi musuh alami dan kondisi
lingkungan.
c.
Pengambilan keputusan berdasarkan ambang
ekonomi.
d.
Integrasi pengendalian budidaya,
biologis, dan kimiawi secara harmonis.
e.
Menurut konsep PHT, pestisida digunakan
sebagai alternatif terakhir dan hanya jika cara lain tidak efektif.
Implementasi metode pengendalian
wereng hijau membutuhkan pendekatan yang fleksibel dan berbasis lokasi. Tidak
semua metode cocok untuk setiap wilayah, karena faktor lingkungan, jenis
varietas, dan teknik budidaya yang digunakan dapat mempengaruhi dinamika
populasi hama. Selain itu, edukasi petani mengenai pentingnya pengendalian yang
bijak dan ramah lingkungan masih menjadi tantangan tersendiri.
Program Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian
merupakan salah satu inisiatif untuk meningkatkan kapasitas petani dalam
mengelola hama secara mandiri dan berkelanjutan (Balai Proteksi Tanaman Pangan,
2019).
Wereng hijau adalah hama penting
tanaman padi yang memerlukan pengendalian secara terpadu dan berkelanjutan.
Metode pengendalian yang tersedia mencakup pendekatan mekanis, biologis,
kimiawi, dan terpadu. Pemilihan metode harus mempertimbangkan kondisi agroekosistem
dan prinsip kehati-hatian agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih
besar. Pendekatan PHT menjadi solusi ideal untuk mengelola populasi wereng
hijau secara efektif dan ramah lingkungan.
Daftar
Pustaka
1.
Balai Proteksi Tanaman Pangan. (2019).
Panduan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Kementerian
Pertanian, Jakarta.
2.
Marwoto, B., & Supriyanto, A.
(2010). Pengaruh Wereng Hijau sebagai Vektor Penyakit Tungro terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Padi. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika,
10(2), 113–120.
3.
Saragih, B., Supriyadi, A., &
Widawati, S. (2015). Strategi Pengendalian Penyakit Tungro pada Tanaman Padi.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 19(1), 45–52.
4.
Sastrosiswojo, S. (1999). Hama dan
Penyakit Utama Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian Tanaman
Padi.
5. Setyobudi, L., & Tengkano, W.S. (2004). Dinamika Populasi dan Kerusakan
Akibat Wereng Hijau di Lahan Padi Sawah. Buletin Penelitian Tanaman Pangan,
23(3), 142–148.
Posting Komentar untuk "Pengendalian Wereng Hijau (Nephotettix virescens) pada Tanaman Padi"